April 8, 2013

#16 Belajar dari Yahudi


16 Ramadhan 1433 H :: 4 Agustus 2012 M

Saya pernah –dan masih– kagum pada Jews, Bani Israil yang dalam kitab langit tercatat sebagai kaum yang dilebihkan atas kaum lain. Menurut saya, salah satu alasan Qur’an tidak butuh amandemen ada pada aktualitas dan faktualitas ayat ini. Bani Israil masih tetap outstanding, dengan beberapa tokoh dunia yang –secara implisit dan tidak– mengakui identitas Yahudi mereka.

Saya tidak mau debat soal konspirasi –yang menurut saya no longer important. Saya tidak mau berhenti pada diskusi berapi dan berbusa soal konspirasi lantas berhenti sebelum aksi. Kata teman debate saya yang sinis sama obrolan konspirasi, “Njuk ngopo?”

Exactly. Kalau sudah tau ada proyek besar-besaran membentuk tata dunia baru, terus mau apa? Kalau sudah tahu produk ABCD diproduksi untuk mendukung program itu, terus mau apa? Banyak teman yang hobi diskusi konspirasi hanya sebagai medium keren-kerenan dalam pengetahuan umum. Padahal menurut saya, kenapa kita tidak benar-benar belajar dari mereka? Knowing your enemy is the first step to win the game. Itulah kenapa ada info soal spesifikasi zombies di Plant vs Zombie dan alasan saya semakin mantap menjadi bagian American Study.

Saya sering bilang ke teman-teman kalau konsep Yahudi sebagai underground movement sangat keren dan patut dicoba. Saya bahkan membandingkan konsep juang Muhammad saat periode dakwah sembunyi-sembunyi sebagai pola yang sama dengan Bani Israil saat ini (teman saya langsung marah dan sangat berhasrat menampar saya). Well, pedoman mereka lah yang berbeda, tetapi menurut saya sistem mereka sama. Sebagai komandan perang tertinggi saat itu, beliau SAW sangat paham pola gerak yang saat ini banyak dipakai gerakan bawah tanah, termasuk Jews.

Mungkin terdengar sangat ironis mendapati remaja saat ini lebih merasa bangga berdiskusi soal zionis daripada konsep juang Rasulullah, padahal basically pola perjuangannya sama. Saya sebagai remaja sering kagum pada loyalitas Jews yang rela ‘sedekah’ tinggi demi kesuksesan program. Tetapi untuk besar sedekah tiap bulan saja saya masih main yoyo. Saya kagum pada kepercayaan tiap lini dalam sistem mereka, yang tidak perlu tahu siapa bos besar tetapi tetap bekerja maksimal. Saya suka sekali sama loyalitas mereka yang tidak pernah cemburu pada tugas dan kelompok masing-masing, tetapi saya tidak pernah berusaha menirunya. Saya heran pada persembahan harta, jiwa, raga, nyawa mereka pada Mata Satu tanpa kecemburuan pada pengabdian yang sama sebagai abdullah.

Kalau saya ini Jews, pasti saya tidak terpakai. Jangankan diberi tugas, menyadari keberadaan saya dalam barisan mereka saja cukup membuat mereka risih. Karena saya terlalu banyak bertanya tanpa bekerja. Karena loyalitas dan kesetiaan saya dipertanyakan. Karena kesiapan saya berjuang dan berkorban masih kalah dengan angkatan muda mereka.

Bukankah mereka akan dikalahkan atas kesombongan mereka? Bukankah sudah jelas pilihan untuk saya, jika saya masih percaya pada janji-Nya? Takdir kaum yang diunggulkan itu tertulis akan jatuh karena kesombongan mereka. Tapi apakah mereka akan tiba-tiba jatuh tanpa ada kayu kecilpun menggoyang tegak berdirinya mereka?

Saya mungkin tidak akan keren dengan menjadi barisan pejuang novus ordo seclorum-nya Bani Israil, tetapi saya ingin berjuang demi tatanan baru Cinta saya. Biidzinillaah, aamiin.

No comments:

Post a Comment