April 8, 2013
#20 (Bukan) SARA
20 Ramadhan 1433 H :: 8 Agustus 2012 M
Hari ini alhamdulillah ada buka puasa tidak berbayar lagi, tetapi bukan itu yang akan saya bahas. Kemarin seorang teman bertanya tentang Rhoma Irama pada saya. Saya bukan pengagumnya, tetapi dari media massa saya tahu dia sedang populer sehubungan dengan isu SARA soal Pilkada Jakarta dalam ceramahnya. Menurut teman saya, kalau ada non-muslim berperilaku mukmin, kenapa tidak dipilih? Toh pemimpin muslim terdahulu justru tidak mukmin.
Krisis kepemimpinan semakin jor-joran belakangan ini. Bahkan saya belum melihat pencitraan yang harus bikin saya harus bilang ‘wow’ untuk Pilpres kelak. Dan sekalinya ada isu beginian, saya gamang soal hubungan kausalitas di baliknya. Figur pemimpin ideal yang selama ini dinantikan ternyata justru lahir dari golongan yang tertulis dalam black list kitab langit. Padahal contoh itu sudah ada, tetapi sekali lagi, modernitas menggerus nilai-nilai yang dianggap ekstrim di bawah ideologi tertentu.
Meskipun saya suka Ibn Khattab, citra pemimpin ideal pertama saya tangkap pada diri Muhammad. Beliau SAW sangat dekat dengan rakyat, sederhana sekali, dan –kalau kata saya– tidak bekerja di bawah feodalisme. Saya percaya budaya feodal menjauhkan rakyat dengan pemimpin, karena raja harus ‘disembah’, berbicara dengannya wajib menggunakan tangga bahasa tertinggi, bertemu dengannya tidak boleh tanpa jalan lutut penuh bungkuk, dan sebagainya.
Setahu saya, dia tidak suka dipanggil Tuan. Dia membebaskan para budak –dan mempersilahkan mereka berada dalam forum yang sama dengannya. Dia berbicara lembut pada semua orang, maka kelembutan didapatnya sebagai bentuk kesadaran moral, bukan paksaan. Dia mau duduk bersama anak kecil, kaum fakir, pejabat, juga budak. Kedekatannya tidak hanya berbatas pada open house tiap Eid Mubarak, karena setiap hari rumahnya terbuka bagi para tamu.
Pemimpin muslim mana yang mau mendatangi kediaman masyarakatnya saat ini? Pemimpin muslim mana yang mau bercengkerama dalam kotor dan kerasnya dunia pasar saat ini? Pemimpin muslim mana yang rela turun lapangan dan mencairkan hati mereka yang keras demi mencipta stabilitas keamanan saat ini? Pemimpin muslim mana yang bersedia memanggul karung beras untuk dalam diam dibagikannya pada warga saat ini? Pemimpin muslim mana yang mau benar-benar humble dan dekat dengan rakyat sebagaimana beliau SAW dan Ibn Khattab saat ini?
Jika kemudian semua pertanyaan di atas terjawab hanya tanpa kata ‘muslim’ menyertai pemimpin, haruskah saya bertanya pada rumput yang bergoyang, dengan siapa kelak saya dipanggil untuk mempertanggung jawabkan semuanya?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment